Sunday, April 13, 2008

Heboh Pilkada

Minggu pagi (13/10) jalanan sekitar kawasan pendidikan Jatinangor tampak sedikit lebih sepi dibandingkan hari-hari biasanya. Jalan yang biasanya ramai dengan orang berolahraga, pagi itu lengang. Saya yang biasa beli sarapan gorengan pun tidak menemui tukang gorengan langgan saya yang biasa mangkal di Pangdam. Aneh, pada kemana orang. Pikirku. Akhirnya saya baru ingat bahwa hari ini adalah hari penyelenggaraan Pilkada Jawa Barat. Ya, sebagian teman-teman saya yang tinggal di Jawa Barat pulang kampung untuk ’nyoblos’ salah satu pasangan AMAN, DA’I, atau HADE..

Sehari sebelumnya, beberapa teman saya bertanya apakah saya akan pulang kampung untuk nyoblos. saya dengan santai menjawab ”tidak.” ketika teman saya bertanya mengapa, saya menjawabnya dengan santai pula, ”Karena tidak ada pilihan.” Beres.

Saya jadi heran, mengapa seolah-olah pilkada itu menjadi tren yang harus diikuti oleh semua orang dan siapa saja yang tidak ikut di dalamnya dikucilkan, dicibir, atau paling tidak dijadikan bahan gosip. Padahal memilih ataupun tidak itu hak semua orang, toh? Sama halnya ketika kita belanja ke supermarket untuk beli sabun, parfum, makanan, dsb. Ketika kita tidak menemukan apa yang kita cari di dalamnya kemudian keluar tanpa membeli apa-apa, apakah lantas kita dimarahi oleh kasir atau petugas supermarket?

Hampir semua orang menginginkan hidup yang aman, tenteram, dan sejahtera. Itu adalah impian yang selama ini mereka dambakan namun belum tercapai. Namun sayangnya pemerintah hanya memfasilitasinya dengan menyuguhkan sosok-sosok calon pemimpin yang diharapkan bisa mewujudkannya tanpa peduli sistem apa yang selama ini dijalankan. Ibarat mau menyeberangi lautan yang luas demi mencapai pulau impian, kita hanya disediakan bis dan sibuk sendiri mencari siapa supirnya. Padahal siapapun supirnya pasti tidak bisa membawa kita ke pulau impian itu karena untuk menyeberangi lautan, kita membutuhkan perahu atau kapal laut, bukan bis.

Menyedihkan sekali mengingat kenyataan bahwa sedikit saja yang menyadari bahwa satu-satunya sistem yang bisa mengantarkan semua orang menuju impian-impian itu hanyalah sistem Islam. Sistem yang terbukti selama 13 abad mampu membawa manusia ke dalam kesejahteraan, kedamaian, dan ketenteraman. Sistem yang menegakkan keadilan tanpa memandang status, ras, atau agama. Sistem yang menghargai setinggi-tingginya kreatifitas manusia dengan imbalan emas. Sistem dimana orang kesulitan menemukan penerima zakat karena semuanya hidup sejahtera. Sebuah sistem yang sempurna karena langsung diturunkan oleh Tuhan Yang Maha Sempurna. Dzat yang mengetahui kelemahan dan kekurangan manusia sekaligus mengetahui apa kebutuhan manusia dan bagaimana cara mendapatkannya.

Apakah kita merasa lebih tahu atau lebih sempurna dari-Nya sehingga mampu membuat sistem, aturan, dan hukum sendiri untuk mengatur urusan manusia? Apakah kita lebih percaya kepada sistem buatan manusia yang lemah dan pelupa daripada sistem buatan Tuhan yang Maha Sempurna?


Cecep Wijaya Sari, mahasiswa Sastra Inggris Unpad