Wednesday, July 1, 2009

Konsekuensi Seorang "Bapak"

Monday, June 29, 2009

Start from Now

(Ditulis untuk mengikuti Lomba Essay International yang diselenggarakan oleh Goi Peace Foundation, Japan).
"All our dreams can come true if we have the courage to pursue them." (Walt Disney)
That is the quote that I like the most since I was in senior high school. Even though I live in a small village with limited access to the information and technology, I always remember that words to motivate myself to pursue my dreams. At that time, I heard and realized the importance of internet as one of information and communication technologies from which I can find the steps to achieve my ideals and aspirations. It is a very useful and powerful tool if we use it in a good way. If everyone can take the benefit of internet, I'm sure there will be a good future for them, for the country, and also for the world. 

However, the internet access is still expensive in my home country so that people get limited access to it. Compared to developed countries such as Germany whose internet access is 20 Euro per 16 megabyte and US which costs $20 per 50 mb, in Indonesia it costs Rp 200,000 (about US$20) per 1 mb per month. Therefore, only those who have enough budget to pay for internet access, most of whom live in the cities. Meanwhile, people in remote areas still don't have internet access at all. Not only do they need to spend much cost, but also they have little knowledge about internet or even not at all. I think this is the big problem. 

Indonesia is a very populated country (there are more than 200 million people). About 50% of its people are farmers and fishermen, most of whom live in suburban areas. Morover, many of them are youths who may be potential for the development of the country. Unfortunately, most of them are less educated and have no access to the latest information which they need to know. Seeing this, I am always asking to myself, “How can farmers know the best fertilizers for their plants? How can fishermen have the best method to sell their fish? How can youth share their brilliant ideas and show their potential skills? How can those people know about the vision and mission of presidential candidates for whom they will vote? How can those people get as much as information they need through internet if they have no access to it or cannot operate it at all?”

To overcome this, I think I want to conduct a research which I will begin with three steps. First, I will collect information about remote areas in my home country which have no access to internet. Of course, I need some helps from the local government to get some details of the areas. Then, I will propose to the government to provide low-cost or even free internet access in those remote areas. I'm glad that the government in my country has already planned this but it still has not been implemented yet. My task is to support this program in order that it can be performed in the near future. Finally, when those areas have enough access to internet, we need some educators to train people living in that areas about internet, and I will be one of them. Even though it is a simple thing for us, I believe that it may mean a lot to other people.

I think this is one of many problems in my country. The same case may also happen in other developing countries, where people living in remote areas don’t have the same access to the products of science and technology as those living in the cities. it is not about how complicated the technology is, but how much it can benefit all people in the world. I believe when all people are internet literate, they can be well-informed, self-independent, and most of all, they can respect each other, share positive things, and give mutual benefit not only with people in the same country but also with those from different parts of the world. We, either as the inventor or the user of scientific and technological products, are responsible for leading them to the way they are intended, i.e. to create a sustainable and peaceful world for all human beings and everything around them. However, to make the change into a better world, we don’t need to do complicated and hard things. Yet, we can begin with three Ss: start from ourselves, start from small things, and start from now!







Wednesday, June 17, 2009

KCB: Tontonan Sekaligus Tuntunan

      Berangkat dari novel best-seller Habiburrahman El Shirazy, film layar lebar “Ketika Cinta Bertasbih” yang kini tengah diputar di berbagai bioskop di seluruh Indonesia ini tampaknya sedikit memberi angin segar bagi para pencinta film tanah air. Film garapan sutradara senior Chaerul Umam ini, sebagaimana novelnya, melejit bukan hanya karena diperankan oleh para pemain yang memiliki integritas dengan tokoh-tokoh yang diperankannya ataupun karena film perdana yang mengambil setting di Mesir, tetapi juga karena di dalamnya terdapat nilai-nilai luhur Islam yang harus diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. 
       Keteguhan dan konsistensi Azzam (Khalidi Asadil Alam) dalam memegang prinsip hidupnya terlihat pada saat Eliana (Alice Norin), seorang putri duta besar Indonesia untuk Mesir, ingin memberikannya “hadiah” berupa  french kiss karena ia telah menyuguhkan makanan istimewa pada salah satu acara kedutaan. Namun, Azzam malah menganggapnya sebagai “musibah”. Bagi anak muda masa kini, hal ini mungkin terdengar “aneh”, “kolot”,bahkan mungkin “gila”. Bagaimana mungkin suatu french kiss dari seorang wanita cantik, seksi, kaya, dan pintar sekelas Eliana ditolak mentah-mentah oleh tokoh (sok) suci bernama Khairul Azam itu. “Itu adalah prinsip saya… prinsip yang saya terapkan dari Alquran dan Assunah,” demikian tegas Azam.
        Proses taaruf pun digambarkan dengan baik pada film yang konon menelan dana hampir Rp 20 miliar ini. Furqon (Andi Arsyil) bertatap muka dan berbicara langsung dengan Anna Athofunnisa (Oki Setiana Dewi), calon istrinya, hanya pada saat meminang. Itu pun disertai keluarga masing-masing. Sebelumnya, Anna dan Furqon hanya mengetahui informasi tentang calon pasangan masing-masing dari orang-orang terdekatnya. Hal ini jelas mendobrak tradisi kalangan muda-mudi yang umumnya memulai hubungan dengan pasangannya dengan berpacaran sebelum berlanjut ke jenjang pernikahan. Tujuannya, untuk mengenal pasangan masing-masing secara lebih mendalam. Padahal, konotasi pacaran saat ini semakin negatif karena bukan lagi mengacu pada suatu proses melainkan pada hubungan fisik.
     Selain itu, sebagaimana pada film pendahulunya Ayat-Ayat Cinta garapan sutradara kontroversial Hanung Bramantyo, isu poligami pun disinggung di dalam film ini. Namun, berbeda dengan konsep poligami versi A2C yang samar, isu poligami pada KCB disajikan secara lebih proporsional. Dalam hal ini, Anna menyatakan dirinya tidak ingin dipoligami sehingga Furqon menganggapnya mengharamkan poligami. Akan tetapi, setelah Anna menjelaskan alasannya yang diperkuat dengan rujukan yang sahih, akhirnya calon suaminya itu menerimanya dengan sepenuh hati. Hal ini menunjukkan, betapapun sakitnya, beratnya, dan pahitnya sesuatu, apabila itu bersumber dari Alquran dan Assunah, maka kita harus menerimanya dengan penuh ketaatan. “Sami’naa wa Atho’ naa,” demikian istilah Alquran.
       Kendati tidak mengikuti tren perfilman Indonesia yang notabene berbau mistis, melankolis, tragis, dan dramatis, KCB terbukti telah mampu menyedot jutaan penonton, khususnya di Indonesia, yang merindukan film Indonesia yang berkualitas dan sarat makna. Oleh karena itu, tidaklah berlebihan jika film ini diputar serentak di delapan negara termasuk Indonesia dan layak mendapatkan berbagai penghargaan dari seluruh dunia. Mudah-mudahan ke depan, insan perfilman Indonesia lebih kreatif dan kritis lagi dalam menggali isi cerita, tentunya dengan dukungan pemerintah, dalam hal ini Departemen Kebudayaan dan Pariwisata, sebagai pemegang kebijakan. Dengan demikian, film-film yang diputar di Indonesia tidak hanya menjadi tontonan tetapi juga menjadi tuntunan.
Cecep Wijaya Sari
Penyunting bahasa
"Pikiran Rakyat"




Friday, April 10, 2009

Respond to "Lia Eden Tak Menodai Agama Manapun"

Tulisan ini sengaja dibuat untuk menanggapi sebuah tulisan bertajuk “Lia Eden Tak Menodai Agama Manapun” dari link berikut: http://www.facebook.com/profile.php?id=1057690330#/profile.php?id=1057690330&v=app_2347471856&viewas=1447161639

Saya sepakat kalau Lia Eden itu tidak menodai agama apapun. Menurut saya, kata yang lebih pas dan lebih pantas bukan “menodai” melainkan “menistakan” agama, karena “menodai” hanya meninggalkan bekas yang kotor, sedangkan “menistakan” bukan hanya mengotori tapi juga meremehkan sekaligus melecehkan yang tentunya sangat berbekas. Mengapa demikian? Berikut argumentasinya.

Pertama, Lia Eden mengaku dirinya adalah Malaikat Jibril yang menjelma menjadi manusia. Hal ini sungguh tidak masuk akal, karena yang namanya malaikat dalam agama manapun adalah mahluk suci, yang tidak memiliki nafsu sebagaimana mahluk lainnya. Sedangkan Lia Eden sendiri saya yakin sehari-harinya dia makan, minum, tidur, dan (maaf) boker. Itu artinya dia memiliki nafsu, dalam hal ini kebutuhan jasmani.

Kedua, Bu Lia mempercayai Nabi Muhammad, beriman kepada Yesus, Dewi Kwan Im dari Cina, dan juga sang Budha. Dalam hal ini dia mendapat wahyu dari Tuhan (menurutnya begitu) untuk mendirikan agama baru dengan menggabungkan berbagai agama. Hal ini jelas melukai masing-masing penganut agama. Mengapa? Karena dia mencampuradukkan agama-agama yang sudah ada, yang notabene masing-masing punya aturan baku sendiri, tidak dapat diganggu gugat, apalagi diobok-obok. Seandainya dia membuat agama baru dengan tidak membawa-bawa label agama lain, mungkin ceritanya akan berbeda.

Ketiga,Mama Lia mengaku mendapat wahyu Tuhan untuk menghapus agama Islam dari muka bumi dengan alasan telah dinodai oleh para penganutnya sendiri. Hal ini sungguh diluar nalar saya. Agama Islam yang selama ini telah dibangun berdasarkan akidah, yang telah terbukti kebenarannya baik secara ilmiah, logika, maupun filosofi, serta telah mengakar di urat nadi dan mendarah daging di setiap diri dan jiwa para penganutnya akan dibinasakan begitu saja? Kalau Islam itu ternoda gara-gara penyimpangan para penganutnya, saya rasa mengajak mereka untuk bertobat dan kembali ke ajaran Islam yang benar akan lebih baik (selain menghukum mereka sesuai perbuatannya).

Menanggapi soal umat Islam yang berdemonstrasi dengan cara kekerasan, memang hal demikian tidak diajarkan dalam Islam. Saya juga sangat tidak setuju dengan perilaku demikian. Akan tetapi, mereka tidak sepenuhnya harus disalahkan, apalagi dituding menodai agamanya sendiri. Hal itu mereka lakukan hanya sebagai reaksi atas sikap pemerintah yang terkesan “diam” dalam melindungi kesucian agama yang mereka anut dan aqidah yang mereka emban dan yakini selama ini. Pemerintah hanya mampu mengecam dan mengecam yang tentunya tidak menghasilkan apa-apa. Andai saja pemerintah mampu bersikap tegas, saya jamin huru-hara tidak akan terjadi dan kesucian agama tetap terjaga.

Soal Islam, Amerika dan teroris? Hmmm… saya bingung sebenarnya siapa yang teroris. Di televisi kita hanya “dipaksa” melihat bom-bom dan serangan-serangan yang dilakukan sekelompok muslim tertentu. Sementara itu, kita juga “dipaksa” menutup mata akan serangan, invasi, pembantaian dan tindak kekerasan lain Amerika yang telah menewaskan ratusan ribu warga Irak, dan negara-negara Muslim lainnya. Andai saja Naga Bonar mengetahui hal ini, dia pasti berkata, “Apa kata dunia?”

Kasus Lia Eden hanyalah salah satu dari banyak kasus penistaan agama yang berujung pada permusuhan antar umat beragama, atau pemojokan agama tertentu. Saya memandangnya sebagai boneka yang digerakkan pihak tertentu dalam upaya memecah belah umat dan bangsa. Seyogyanya kita tidak terjebak di dalamnya. Sudah saatnya bangsa ini melakukan perubahan dengan menerapkan sebuah system, aturan, dan tatanan yang bisa memecahkan persoalan semacam ini dan persoalan-persoalan lainnya yang tak kunjung selesai. System tersebut hendaknya bukan berasal dari manusia, melainkan berasal dari pencipta manusia. Dan itulah syariat Islam. Hidup pasti damai dan sejahtera. Percaya deh!

Sunday, April 13, 2008

Heboh Pilkada

Minggu pagi (13/10) jalanan sekitar kawasan pendidikan Jatinangor tampak sedikit lebih sepi dibandingkan hari-hari biasanya. Jalan yang biasanya ramai dengan orang berolahraga, pagi itu lengang. Saya yang biasa beli sarapan gorengan pun tidak menemui tukang gorengan langgan saya yang biasa mangkal di Pangdam. Aneh, pada kemana orang. Pikirku. Akhirnya saya baru ingat bahwa hari ini adalah hari penyelenggaraan Pilkada Jawa Barat. Ya, sebagian teman-teman saya yang tinggal di Jawa Barat pulang kampung untuk ’nyoblos’ salah satu pasangan AMAN, DA’I, atau HADE..

Sehari sebelumnya, beberapa teman saya bertanya apakah saya akan pulang kampung untuk nyoblos. saya dengan santai menjawab ”tidak.” ketika teman saya bertanya mengapa, saya menjawabnya dengan santai pula, ”Karena tidak ada pilihan.” Beres.

Saya jadi heran, mengapa seolah-olah pilkada itu menjadi tren yang harus diikuti oleh semua orang dan siapa saja yang tidak ikut di dalamnya dikucilkan, dicibir, atau paling tidak dijadikan bahan gosip. Padahal memilih ataupun tidak itu hak semua orang, toh? Sama halnya ketika kita belanja ke supermarket untuk beli sabun, parfum, makanan, dsb. Ketika kita tidak menemukan apa yang kita cari di dalamnya kemudian keluar tanpa membeli apa-apa, apakah lantas kita dimarahi oleh kasir atau petugas supermarket?

Hampir semua orang menginginkan hidup yang aman, tenteram, dan sejahtera. Itu adalah impian yang selama ini mereka dambakan namun belum tercapai. Namun sayangnya pemerintah hanya memfasilitasinya dengan menyuguhkan sosok-sosok calon pemimpin yang diharapkan bisa mewujudkannya tanpa peduli sistem apa yang selama ini dijalankan. Ibarat mau menyeberangi lautan yang luas demi mencapai pulau impian, kita hanya disediakan bis dan sibuk sendiri mencari siapa supirnya. Padahal siapapun supirnya pasti tidak bisa membawa kita ke pulau impian itu karena untuk menyeberangi lautan, kita membutuhkan perahu atau kapal laut, bukan bis.

Menyedihkan sekali mengingat kenyataan bahwa sedikit saja yang menyadari bahwa satu-satunya sistem yang bisa mengantarkan semua orang menuju impian-impian itu hanyalah sistem Islam. Sistem yang terbukti selama 13 abad mampu membawa manusia ke dalam kesejahteraan, kedamaian, dan ketenteraman. Sistem yang menegakkan keadilan tanpa memandang status, ras, atau agama. Sistem yang menghargai setinggi-tingginya kreatifitas manusia dengan imbalan emas. Sistem dimana orang kesulitan menemukan penerima zakat karena semuanya hidup sejahtera. Sebuah sistem yang sempurna karena langsung diturunkan oleh Tuhan Yang Maha Sempurna. Dzat yang mengetahui kelemahan dan kekurangan manusia sekaligus mengetahui apa kebutuhan manusia dan bagaimana cara mendapatkannya.

Apakah kita merasa lebih tahu atau lebih sempurna dari-Nya sehingga mampu membuat sistem, aturan, dan hukum sendiri untuk mengatur urusan manusia? Apakah kita lebih percaya kepada sistem buatan manusia yang lemah dan pelupa daripada sistem buatan Tuhan yang Maha Sempurna?


Cecep Wijaya Sari, mahasiswa Sastra Inggris Unpad

Thursday, February 28, 2008

KISAH POHON APEL

Suatu masa dahulu, terdapat sebatang pohon apel yangamat besar. Seorang kanak-kanak lelaki begitu gemarbermain-main di sekitar pohon apel ini setiap hari.Dia memanjat pohon tersebut, memetik serta memakanapel sepuas-puas hatinya, dan adakalanya diaberistirahat lalu terlelap di perdu pohon apeltersebut. Anak lelaki tersebut begitu menyayangitempat permainannya. Pohon apel itu juga menyukai anaktersebut.

Masa berlalu... anak lelaki itu sudah besar danmenjadi seorang remaja. Dia tidak lagi menghabiskanmasanya setiap hari bermain di sekitar pohon apeltersebut. Namun begitu, suatu hari dia datang kepadapohon apel tersebut dengan wajah yang sedih. "Marilah bermain-mainlah di sekitarku," ajak pohonapel itu." Aku bukan lagi kanak-kanak, aku tidak lagi gemarbermain dengan engkau," jawab remaja itu." Aku mahukan permainan. Aku perlukan wang untukmembelinya," tambah remaja itu dengan nada yang sedih.Lalu pohon apel itu berkata, "

Kalau begitu, petiklahapel-apel yang ada padaku. Juallah untuk mendapatkanuang. Dengan itu, kau dapat membeli permainan yang kauinginkan."
Remaja itu dengan gembiranya memetik semua apel dipohon itu dan pergi dari situ. Dia tidak kembali lagiselepas itu. Pohon apel itu merasa sedih. Masa berlalu...Suatu hari, remaja itu kembali. Dia semakin dewasa.
Pohon apel itu merasa gembira."Marilah bermain-mainlah di sekitarku," ajak pohonapel itu."Aku tiada waktu untuk bermain. Aku terpaksa bekerjauntuk mendapatkan uang. Aku ingin membina rumahsebagai tempat perlindungan untuk keluargaku. Bolehkahkau menolongku?" Tanya anak itu."

Maafkan aku. Aku tidak mempunyai rumah. Tetapi kauboleh memotong dahan-dahanku yang besar ini dan kaubuatlah rumah daripadanya." Pohon apel itu memberikancadangan.Lalu, remaja yang semakin dewasa itu memotong kesemuadahan pohon apel itu dan pergi dengan gembiranya. Pohon apel itu pun turut gembira tetapi kemudiannyamerasa sedih karena remaja itu tidak kembali lagiselepas itu.

Suatu hari yang panas, seorang lelaki datang menemuipohon apel itu. Dia sebenarnya adalah anak lelaki yangpernah bermain-main dengan pohon apel itu. Dia telahmatang dan dewasa."Marilah bermain-mainlah di sekitarku," ajak pohonapel itu." Maafkan aku, tetapi aku bukan lagi anak lelaki yangsuka bermain-main di sekitarmu. Aku sudah dewasa. Akumempunyai cita-cita untuk belayar. Malangnya, akutidak mempunyai boat. Bolehkah kau menolongku?" tanyalelaki itu."

Aku tidak mempunyai boat untuk diberikan kepada kau. Tetapi kau boleh memotong batang pohon ini untukdijadikan boat. Kau akan dapat belayar dengangembira," kata pohon apel itu.Lelaki itu merasa amat gembira dan menebang batangpohon apel itu. Dia kemudiannya pergi dari situ dengangembiranya dan tidak kembali lagi selepas itu. Namunbegitu, pada suatu hari, seorang lelaki yang semakindimamah usia, datang menuju pohon apel itu. Dia adalahanak lelaki yang pernah bermain di sekitar pohon apelitu."

Maafkan aku. Aku tidak ada apa-apa lagi untukdiberikan kepada kau. Aku sudah memberikan buahkuuntuk kau jual, dahanku untuk kau buat rumah, batangkuuntuk kau buat boat. Aku hanya ada tunggul dengan akaryang hampir mati..." kata pohon apel itu dengan nadapilu."
Aku tidak mahu apelmu kerana aku sudah tiada bergigiuntuk memakannya, aku tidak mahu dahanmu kerana akusudah tua untuk memotongnya, aku tidak mahu batangpohonmu kerana aku berupaya untuk belayar lagi, akumerasa lelah dan ingin istirahat," jawab lelaki tuaitu."

Jika begitu, istirahatlah di perduku," kata pohonapel itu.Lalu lelaki tua itu duduk beristirahat di perdu pohonapel itu dan beristirahat. Mereka berdua menangiskegembiraan.
Tersebut. Sebenarnya, pohon apel yang dimaksudkan didalam cerita itu adalah kedua-dua ibu bapa kita. Bilakita masih muda, kita suka bermain dengan mereka.Ketika kita meningkat remaja, kita perlukan bantuanmereka untuk meneruskan hidup. Kita tinggalkan mereka,dan hanya kembali meminta pertolongan apabila kita didalam kesusahan. Namun begitu, mereka tetap menolongkita dan melakukan apa saja asalkan kita bahagia dangembira dalam hidup.Anda mungkin terfikir bahwa anak lelaki itu bersikapkejam terhadap pohon apel itu, tetapi fikirkanlah, ituhakikatnya bagaimana kebanyakan anak-anak masa kinimelayan ibu bapa mereka. Hargailah jasa ibu bapakepada kita. Jangan hanya kita menghargai merekasemasa menyambut hari ibu dan hari bapa setiap tahun.

(taken from received email)

Jujur dan Berani

Seorang raja yang memasuki usia senja ingin mencari penggantinya. Berbeda dengan kebiasaan, ia tak menunjuk anak-anak maupun pembantu terdekatnya. Ia justru memanggil para pemuda di negeri itu dan berpidato di hadapan mereka. "Aku akan mengadakan sayembara. Kalian semua akan mendapatkan sebuah biji. Tanamlah biji ini, rawatlah, dan kembalilah setahun lagi dengan tanaman kalian masing-masing. Bagi yang memiliki tanaman terbaik akan langsung kutunjuk menjadi raja menggantikanku! "


Seorang pemuda bernama Badrun terlihat amat antusias. Ia menanam biji itu, dan menyiraminya tiap hari. Tapi sampai sebulan berlalu belum tumbuh apa-apa. Setelah 6 bulan, para pemuda mulai membicarakan tanaman mereka yang tumbuh tinggi, namun pot Badrun masih kosong. Badrun tak mengatakan apapun pada teman-temannya. Ia tetap menunggu bijinya tumbuh.


Setahun berlalu. Semua pemuda membawa tanamannya kepada raja. Semula Badrun enggan, namun ibunya mendorongnya pergi dan berbicara apa adanya.Raja menyambut para pemuda seraya memuji tanaman yang mereka bawa.


"Kerja kalian luar biasa. Tanaman kalian bukan main indahnya. Aku akan menunjuk seorang dari kalian menjadi raja yang baru!"


Tiba-tiba raja yang melihat Badrun berdiri di belakang memanggilnya. Badrun panik, "Jangan-jangan aku akan dibunuh," pikirnya. Suasana kontan ricuh dengan ejekan dan cemoohan hadirin menyaksikan potnya yang kosong.


"Diam semuanya!" teriak raja. Ia menoleh pada Badrun, kemudian mengumumkan,
"Inilah raja kalian yang baru!" Semua terkejut.


Bagaimana mungkin orang yang gagal yang menjadi raja?


Raja melanjutkan, "Setahun yang lalu, aku memberi kalian sebuah biji untuk ditanam. Tapi yang kuberikan adalah biji yang sudah direbus dan tak mungkin dapat tumbuh. Kalian semua telah menggantinya dengan biji yang lain.


Hanya Badrun yang memiliki KEJUJURAN dan KEBERANIAN untuk membawa pot dengan biji yang kuberikan. Karena itu dialah yang kuangkat menggantikanku!

Ada 2 kata penting yang dapat diambil dari cerita di atas.


Pertama,kejujuran :
Inilah dasar perilaku seseorang. Di jaman Nabi, ada seorang yang bertobat dan ingin menata dirinya.
Tips nabi sederhana saja:"Jangan Bohong!" Orang ini senang karena Nabi tak melarang hal-hal yang lain. "Kalau cuma jangan bohong sih mudah," pikirnya. Maka ia pun melakukan apa yang biasa dilakukannya..

Ia mau mencuri, tapi berpikir, "Bagaimana kalau tetanggaku menanyakan asal-usul hartaku ini?" Iapun membatalkan niatnya. Ia ingin berselingkuh, tapi berpikir, "Bagaimana kalau nanti keluargaku menanyakan kemana aku pergi?" Lagi-lagi ia mengurungkan niatnya.Begitulah seterusnya. Setiap ingin melakukan maksiat ia kontan membatalkannya.


Jadi kejujuran akan membawa perubahan mendasar pada diri seseorang.Tapi tanpa keberanian, kejujuran takkan membawa perubahan bagi orang banyak. Kejujuran hanya menghasilkan pengikut (follower) bukan pemimpin.

Kedua Keberanian :
Untuk bisa merubah masyarakat dibutuhkan keberanian.Masalahn ya, dari manakah datangnya keberanian?

Keberanian datang kalau kita mampu menaklukkan rasa takut. Rasa takut inilah sumber segala macam kejahatan di dunia ini. Contohnya, perasaan marah. Sebenarnya,hanya jika Anda merasa takutlah Anda akan marah. Coba renungkan kapan terakhir kali Anda marah. Teruskan renungan Anda. Telusurilah rasa takut yang tersembunyi di balik kemarahan Anda. Apa yang Anda takutkan hilang dan direnggut dari diri Anda? Ketakutan itulah yang membuat Anda marah.


Rasa takut yang ada menunjukkan bahwa kita belum mandiri. Kebahagiaan dan rasa aman kita masih bersumber pada sesuatu di luar diri kita!

(taken from received email)


.