Aku sering kali bercermin. Ah, wajahku belum seperti bapak-bapak. Kumisku tidak terlalu tebal dan janggutku tidak terlalu lebat. usiaku baru 23. Aku pun belum menikah, apalagi punya anak. Tubuhku masih bugar dan gaya bicaraku tidak kolot. gaya rambutku pun tidak menunjukkan gaya jadul. lalu mengapa beberapa orang memanggilku "bapak". Lantas apakah demikian juga mereka memanggil orang yang bermutu (baca: bermuka tua) padahal usianya lebih muda dariku?
Ah... tampaknya aku berlebihan. Dipikir-pikir, lebih baik aku memandangnya dari sudut yang berbeda. setelah kuperhatikan, ternyata penampilanku saat ini memang tidak menunjukkan gaya "anak muda" lagi, terutama ketika berada di lingkungan kerja. Setelan kemeja, celana pantolan, dan sepatu pantopel, setidaknya membuat orang sepintas menilaiku seorang "bapak-bapak". Mungkin juga orang-orang di lingkungan kerja ingin menunjukkan rasa hormat mereka dengan menyebutku demikian. Meskipun demikian, aku memandang ini sebagai suatu perubahan. Aku pun harus siap dengan segala konsekuensinya.
Ya, perubahan dan konsekuensi. Banyak di antara kita yang tidak mau menerima atau melakukan perubahan karena tidak siap dengan konsekuensi yang akan kita tanggung kelak. Kita sudah cenderung nyaman dengan kondisi saat ini. Santai, tidak banyak tuntutan, tidak banyak bermimpi, dan menjalani hidup apa adanya. Toh kalau sudah nasib, rejeki dan jodoh tidak kemana. tidak perlu pusing-pusing, tidak perlu resah dan gelisah. Bisa-bisa ujung-ujungnya stres, frustrasi, lalu bunuh diri dengan memanjat tower (biar sempet masuk TV dan koran dulu). Naudzubillah.
Perubahan menuju sesuatu yang lebih baik. inilah yang diharapkan bangsa ini dan seluruh bangsa di dunia sekalipun. inilah yang diharapkan akan terjadi setelah 8 Juli mendatang. inilah yang diharapkan setelah bangsa ini carut marut termakan janji-janji calon pemimpin yang tak kunjung terlaksana. Akankah mimpi ini terwujud? Akankah para calon pemimpin itu mendedikasikan diri mereka untuk "melayani" rakyat, bukan "memanfaatkan" rakyat? Akankah mereka melakukan perubahan terhadap sistem pemerintahan yang ada saat ini?
Aku ingin mengilustrasikannya sebagai berikut. Apabila cita-cita rakyat itu diibaratkan sebagai sebuah pulau impian, sistem pemerintahan saat ini adalah bis, para kandidat sebagai supirnya, rakyat bertindak sebagai penumpangnya, dan samudera menuju pulau tersebut merupakan tantangan global saat ini, akankah rakyat sampai ke pulau tersebut? Aku pastikan jawabannya TIDAK. Mengapa? Sebab siapa pun supirnya, apabila kendaraan yang digunakan adalah bis, tentu tidak akan bisa mengarungi luasnya samudera, apalagi mengantarkan penumpangnya dengan selamat.
Begitulah kira-kira yang terjadi dalam pemerintahan negeri ini. setiap lima tahun sekali, "pesta rakyat" diselenggarakan namun hasilnya "rakyat menangis". Hal ini terjadi karena kendaraan yang selama ini kita tumpangi bukanlah kendaraan yang selayaknya kita tumpangi. Sistem pemerintahan saat ini adalah sistem buatan manusia yang notabene tempat salah dan lupa. Oleh karena itu, tidak heran jika terjadi kerusakan di sana-sini. apabila kita ingin selamat menuju pulau impian itu, kita harus menggunakan kendaraan yang khusus dirancang bagi manusia. Kendaraan yang diciptakan oleh Pencipta manusia yang tidak pernah tidur, salah, dan lupa. Itulah sistem pemerintahan Islam, ciptaan Allah SWT.
Mengenai hak memilih, lagi-lagi aku ingin mengilustrasikannya sebagai berikut. apabila kita hendak mencari sabun dengan merk tertentu di salah satu supermarket tetapi kita tidak menemukannya, apakah kita "dipaksa" membeli sabun merk lain oleh kasir atau penjaga toko? Atau kita malah diusir karena tidak membeli? Tentu tidak akan ada supermarket yang membiarkan pegawainya melakukan hal itu. Kalaupun ada, tentunya supermarket tersebut telah bertindak semena-mena. Sebab, urusan pilih-memilih adalah hak (calon) pembeli. Termasuk tidak memilih.
Apa pun sikap anda pada 8 Juli mendatang merupakan harapan anda untuk menemukan perubahan menuju sesuatu yang lebih baik. Tentunya, anda harus siap menerima segala konsekuensinya: baik ataupun buruk. Tidak perlu mencela, menggunjing, menyalahkan, apalagi menuntut sana-sini apabila sesuatu yang tidak diharapkan menimpa anda di kemudian hari. sebab, itulah konsekuensi yang harus anda tanggung atas sikap dan pilihan anda. Dengan sikapku, aku siap menerima konsekuensi tersebut, termasuk sebutan "bapak".